Blog ini adalah archive. Untuk situs kami yang aktif, silahkan kunjungi mahkamahnews.org | Follow kami di Instagram & Twitter : @mahkamahnews

Baca juga archive produk-produk kami di  

Selasa, 22 Februari 2011

Napak Tilas 65 Tahun Fakultas Hukum UGM

17 Februari 2011. Hari itu tepat 65 tahun sudah Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) berdiri. Menjadi agenda rutin bagi civitas akademika FH UGM untuk memperingati tanggal tersebut, apalagi tahun ini. Berbagai acara pun telah disiapkan oleh panitia. Perhelatan lima tahunan sekali ini digelar mulai tanggal 17 Februari hingga 19 Februari 2011 dengan mengambil tema “Cita Negara Hukum”.
Hari pertama dibuka dengan acara rapat senat terbuka. Rapat tersebut diawali dengan laporan dari Prof.Dr.Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M selaku dekan FH UGM tentang lima tahun FH UGM, terutama 2010-2011. Setelah penyampaian laporan dekan, rapat dilanjutkan dengan orasi ilmiah dari Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, yang mana saat ini Beliau menjabat sebagai Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi. Tema orasi ilmiah yang diangkat adalah “Revitalisasi Pancasila sebagai Cita Negara Hukum”. Menurutnya, Pancasila masih dibutuhkan untuk mewujudkan cita negara hukum di negeri ini.
 Masih di hari yang sama, pukul 13.00 WIB, rangkaian acara dilanjutkan dengan agenda Workshop Pembaharuan Kurikulum. Workshop  ini dihadiri para narasumber yang merupakan stakeholders dari dunia hukum seperti jaksa, hakim, advokat, notaris. FH UGM merasa perlu mengadakan pembaharuan terhadap kurikulum. Ini karena kelemahan pendidikan hukum terlalu banyak fokus pada pemberian hukum substanstif dengan mengabaikan keterampilan yang mutlak diperlukan oleh lulusan sarjana hukum.
Hari Kedua
Di hari kedua, Jumat, 18 Februari 2011 rangkaian acara dilanjutkan dengan agenda sarasehan dengan tema “Cita Negara Hukum”. Acara ini dipandu oleh  Fajrul Falaakh dengan pengantar dari Bambang Kesowo. Dalam sarasehan ini, cita negara hukum diteropong dari berbagai sudut pandang, baik dari ekonomi, sosial, politik maupun filosofi. Tak heran, mereka yang diundang dalam acara ini berasal dari berbagai disiplin ilmu. Beberapa di antaranya adalah Frans Magnis Suseno, Anggito Abimanyu dan Denny Indrayana. 
Di hari kedua ini, rangkaian acara berlanjut hingga malam. Ini karena adanya dua acara setelah sarasehan yaitu bakti sosial dan dialog. Dalam bakti sosial, FH UGM memberikan bantuan sebesar 100 juta rupiah bagi korban Merapi. Selain itu, FH UGM juga memberikan 1000 bibit pohon jati untuk penghijauan daerah yang rusak akibat erupsi Merapi pada tahun 2010 lalu.  Acara bakti sosial ini dilanjutkan dengan dialog bertemakan “Hukum Perbankan Indonesia: Perkembangan dan Agenda ke Depan” dengan pembicara Dr. Halim Alamsyah, S.H, SE., MA yang saat ini menjabat sebagai Deputi Senior BI.
Hari Ketiga.
Rangkaian acara berlanjut dengan agenda olahraga bersama civitas akademika FH UGM di pagi hari. Kemudian acara dilanjutkan dengan temu alumni FH UGM.  Acara ini banyak dihadiri para alumni FH UGM dari berbagai angkatan. Tampak di antara peserta yang hadir Refli Harun, Ganjar Pranowo, dan Albertina Ho. Siang harinya, acara berlanjut dengan agenda launching Law Career Development Centre (LCDC). LCDC adalah  pusat informasi pengenalan karir profesi hukum dan pusat pengembangan karir bagi alumni FH UGM.
Puncak Acara
Akhirnya serangkaian acara yang berlangsung tiga hari ini, ditutup dengan pagelaran konser musik bertajuk “Justice For Indonesia With Love”. Penonton ditarik 25.000 rupiah untuk tribune dan 50.000 rupiah untuk kelas VIP. Dana yang dikumpulkan kemudian dijadikan bantuan bagi korban Merapi.
 Konser musik ini dipandu oleh Indro Kimpling dan Marissa Haque yang keduanya juga merupakan keluarga FH UGM. Acara konser ini dibuka dengan penampilan Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PSM FH UGM) yang membawakan lagu Jangkrik Genggong dan Pesta.
Sebagai pengiring, Indonesia Wind Orchestra memainkan alunan musik begitu syahdu yang membuat para penonton terhanyut dalam tiap nada. Dalam konser tersebut, terdapat penampilan spesial dari Siswanto, dosen dari Institut Seni Indonesia. Ia memainkan gendang disertai banyolan-banyolan sindiran dalam bahasa Jawa terhadap keadaan negeri Indonesia sekarang ini. Ini menjadi semacam perpaduan antara tradisional dengan modern yang banyak dirasa sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Akan tetapi, nyatanya, penampilan tersebut menarik untuk ditonton. Selain itu, ada pula performa Direktur Bank BPD DIY, Nano Tirto yang memainkan alat musik saxophone.
Iwan Fals sebagai bintang tamu yang paling ditunggu-tunggu oleh para penonton pun menampilkan konser tersebut. Iwan Fals menembangkan lagu pertamanya, Oemar Bakrie. Kemudian dilanjutkan dengan enam tembang lainnya seperti Hio, Bongkar.  Tanpa dikomandani, para penonton sebagian besar ikut bernyanyi. Lagu-lagu yang dibawakan agaknya menohok para pelaku hukum. Dan semoga bisa memberikan perubahan ke arah yang lebih baik.
Tim Penulis: Natalya Manna T., Hanif J., Putri Tifani, Pratiwi Wulandari, Ratih Widowati, Elvira Purbaningtyas, Alethea Rahmah, Puspita P., Dana, Indri Tedja, dan Hilman Fathoni, Maria Yohana K.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar