Apakah
Anda mengenal Darsem? Mungkin Anda sering mendengar namanya dari media-media elektronik
atau pernah membaca kisah hidupnya di salah satu media cetak. Darsem, merupakan
salah satu pejuang devisa Indonesia yang
menemui nasib buruk di negeri perantauan. Tragis, hanya satu kata itulah yang
akan keluar dari mulut orang saat mendengar kisahnya.
Wanita
asal Subang tersebut merupakan salah satu dari ratusan Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang mengadu nasib ke Arab Saudi demi memperbaiki taraf hidupnya. Naas,
bukan keuntungan yang diperolehnya melainkan tambahan kesengsaraan yang didapat.
Ia divonis hukuman mati berupa hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi.
Vonis tersebut dijatuhkan karena Darsem terbukti telah membunuh majikannya,
seorang warga negara Yaman. Padahal perbuatan itu terpaksa ia lakukan untuk membela
diri saat hendak diperkosa.
Hukum
pidana Indonesia sendiri sebenarnya memberikan lepasnya si pelaku dari jeratan
hukum dengan alasan pemaaf dan pembenar. Kasus Darsem sendiri memberikan
peluang Darsem dari segala tuntutan karena ia melakukan tindak pidana dalam
keadaan terpaksa. Hanya saja, hukum kita tidaklah sama dengan apa yang berlaku
di Arab Saudi sana. Hukum Arab Saudi mendasarkan pada hukum pidana Islam yang
jauh berbeda dengan hukum kita.
Untuk
kasus ini sendiri, ada tiga hukum nasional yang dapat digunakan yaitu hukum
pidana Arab menurut locus, hukum
pidana Yaman menurut kewarganegaraan korban (personalitas pasif) dan hukum
pidana Indonesia menurut tersangka (personalitas aktif). Indonesia sebenarnya
memiliki peluang untuk membuat Darsem diadili menurut hukum Indonesia. Sayangnya,
posisi tawar (bargaining power)
Indonesia begitu lemah.
Dalam
perkembangan kasus ini, Darsem mendapat pemaafan melalui bantuan komisi jasa baik
untuk perdamaian dan pemberian maaf Riyadh. Pemberian maaf ini tidak lantas
membuat Darsem menghirup nafas lega melainkan malah menimbulkan permasalahan
baru. Ahli waris korban tidak hanya memberikan maaf kepada Darsem, tetapi juga
meminta uang kompensasi sebesar 2 juta riyal atau Rp 4,7 miliar . Jumlah yang
tidak masuk akal untuk dapat dibayar oleh seorang TKW miskin. Itupun uang
tebusan Darsem berasal dari sumbangan warga negara asing yang prihatin kepada
sang terpidana.
Selain
kasus Darsem, ada juga kasus lain yang dapat disoroti yakni kasus Sumiyati.
Wanita asal Dompu, Nusa Tenggara Barat ini harus meringkuk di rumah sakit
dikarenakan penyiksaan yang dilakukan oleh majikannya di Arab Saudi. Akibat
tindakan yang tidak berperikemanusiaan ini, Sumiyati hampir lumpuh dan
mengalami cacat pada bagian mulut. Sang majikan yang melakukan kekerasan tersebut
hanya dihukum ringan yakni tiga tahun penjara atas perbuatannya.
Melihat
kasus-kasus yang dialami oleh para tenaga kerja di negara perantauannya,
patutlah kita mempertanyakan bagaimana kiprah pemerintah dalam melindungi para
tenaga kerja. Apakah ada regulasi yang melindungi nasib mereka? Bagaimana usaha
pemerintah untuk meminimalisasi kekerasan serta pelecehan hak asasi terhadap
para TKW? Bagaimana cara pemerintah memperjuangkan keadilan bagi para TKW?
Indonesia
sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang melingkupi perlindungan terhadap
tenaga kerja yakni Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
serta Undang-Undang No. 39 tahun 2004
tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri.
Dalam kedua undang-undang tersebut diatur
mengenai pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan , penyelenggaraan dan
perlindungan TKW di luar negeri. Perlindungan yang dimaksudkan berupa pemberian
bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara
tujuan serta hukum kebiasaan internasional serta pembelaan atas pemenuhan
hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan peraturan perundang-undangan di
negara tujuan.
Menurut pasal
8 Undang-undang No. 39 Tahun 2004, hak-hak TKW antara lain: memperoleh upah
sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan, memperoleh jaminan
perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan
yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di
luar negeri, memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan
kepulangan ke tempat asal.
Dalam
undang-undang diatas, ketentuan mengenai hak-hak TKW sudah sangat jelas dan
terlihat sangat melindungi para tenaga kerja. Kenyataannya ketentuan diatas
sering sekali dilanggar oleh para majikan. Hak-hak tersebut hanya hal yang
indah jika ditorehkan dalam kertas, namun tidak ada aksi nyata untuk
mewujudkannya. Hasilnya para pengguna jasa serta para majikan lebih memilih untuk
melanggarnya.
Hal ini
dibuktikan dengan maraknya kasus penganiayaan ,kekerasan serta pelecehan
terhadap harkat dan martabat para TKW. Undang-undang Ketenagakerjaan saja
tidaklah cukup untuk melindungi para TKW. Diperlukan suatu pemantauan langsung
dan secara menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah terhadap keberadaan dan
nasib tenaga kerja yang bekerja di negara lain.
Kendala lain
adalah pelanggaran hak-hak tersebut terjadi di negara lain yang mungkin
memiliki hukum serta peraturan yang berbeda dengan Indonesia. Sebagian besar pengaturan
perlindungan tenaga kerja harus tunduk pada peraturan ketenagakerjaan negara
penerima. Ini wajar karena setiap negara memiliki kedaulatan masing-masing yang
salah satunya adalah hukum nasionalnya. Pemerintah sebaiknya membuat perjanjian
bilateral dengan negara penerima TKW untuk melindungi nasib para pekerja. Pemerintah
juga bisa melibatkan organisasi dunia yang memiliki perhatian besar terhadap
masalah perlindungan tenaga kerja migran dalam upaya perbaikan regulasi perlindungan.
Kasus Darsem dan Sumiyati merupakan pelajaran berharga bagi
pemerintah. Jangan sampai ada korban lain yang muncul karena kekurangtegasan
serta kekurangperhatiannya pemerintah terhadap nasib para TKW. Patut diingat
bahwa para tenaga kerja inilah penyumbang devisa Indonesia. Di lain pihak,
mereka adalah bagian dari bangsa ini yang sesuai amanat Pembukaan UUD 1945
wajib dilindungi. (***)
Maria Yohanna Kristyadewi
Divisi Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar