Blog ini adalah archive. Untuk situs kami yang aktif, silahkan kunjungi mahkamahnews.org | Follow kami di Instagram & Twitter : @mahkamahnews

Baca juga archive produk-produk kami di  

Senin, 14 November 2011

Kakao : Sebuah Komedi Untuk Penguasa

Oleh : Indri Tedja Tyasning

Suasana panggung temaram. Tampak seorang wanita tua berkerudung duduk dengan wajah sendu di kursi pesakitan. Wanita tua itu harus duduk menjadi terdakwa karena kesalahannya mencuri tiga buah kakao seberat tiga kilo seharga Rp 30.000,00. Adegan tersebut merupakan bagian pembuka dari pementasan ‘KAKAO’ yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Rini Puji Astuti. KAKAO yang merupakan persembahan ulang tahun ke-14 Sanggar Apakah Fakultas Hukum UGM ini diadakan di Gedung Societet Militer, Taman Budaya pada tanggal 15 Oktober 2011.

KAKAO mengangkat kisah nenek Minah, seorang wanita tua buruh tani yang dipidana hanya karena mencuri tiga buah kakao. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Mbok Sumirah (diperankan oleh Talkha), seorang wanita tua penduduk Desa Dadapan yang menggarap lahan tidur milik PT. Rumpun Sinar Abadi. Sumirah kedapatan mengambil tiga buah kakao seberat tiga kilo oleh mandor Tarno (diperankan oleh Endik). Perbuatan Sumirah tersebut kemudian dilaporkan olehnya ke aparat. Permasalahan Mbok Sumir tersebut ternyata menjadi semacam fenomena karena yang menjadi pelaku adalah seorang nenek tua. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mulai dari Ngatemi (diperankan Hurin) dan Juki (diperankan Pras) yang pandai memanfaatkan kesempatan. Kemudian Bambang Harmoko, seorang calon legislatif yang menggunakan kasus Mbok Sumir untuk kepentingan mendapatkan simpati massa. Kalangan media yang terdiri dari wartawan juga meliput berita Mbok Sumir terus-menerus demi mendulang rating setinggi–tingginya.

Pementasan KAKAO seolah mencoba menyentil tingkah polah penegak hukum (diwakili oleh karakter penyidik yang diperankan Punta) dan para elite politik. Kritik dan sindiran mengenai keadaan hukum Indonesia saat ini disisipkan melalui peran para pemain dan dialog yang ringan, kocak, satir, tetapi tetap cerdas. Bukan hanya menyinggung masalah hukum nasional, dialog KAKAO juga sedikit mengungkit masalah kebijakan KIK (Kartu Identitas Kendaraan) dan sepeda biru UGM.

Persiapan teater ini dilakukan kurang lebih sejak dua bulan yang lalu, melalui serangkaian latihan dan riset untuk mendukung cerita, seperti yang dituturkan sutradara Rini Puji Astuti. Penyusunan proposal KAKAO dilakukan sejak bulan Juni yang dilanjutkan dengan riset di Ajibarang, Banyumas, daerah asal Mbok Minah pada bulan Juli. “Setelah riset kami mulai bikin naskah lalu latihan. Sebenarnya kami membuka open recruitment pemain. Casting terbuka untuk siapa saja, terutama teman–teman mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang berminat ikut teater”, jelas Rini.

Rini menuturkan bahwa latar belakang diangkatnya kisah Mbok Minah ini adalah ketakjuban mereka atas kasus Mbok Minah. “Kami heran, kok kasus tiga biji kakao bisa sampai mengalihkan kasus Century. Kasus ini pasti menarik yang ada sesuatu di dalamnya. Berangkat dari itu, kami membuat riset. Kami mengangkat kasus tersebut karena memang yang jadi korban Mbok Minah, dia nenek–nenek tapi kenapa diproses sementara para koruptor malah dibiarkan bebas. ”, tambah Rini.

Pementasan KAKAO ini merupakan salah satu cara mahasiswa untuk menyampaikan suaranya untuk mengkritik penguasa. Melalui pementasan ini, Teater APAKAH menunjukkan bahwa seni juga dapat dijadikan media mahasiswa menyampaikan suaranya untuk mengkritik penguasa. Selamat ulang tahun Teater APAKAH…(***)

*sumber foto : dokumentasi Sanggar Apakah FH UGM



Tidak ada komentar:

Posting Komentar