GUDANG ILMU RUSAK, SALAH SIAPA?
Perpustakaan
adalah tempat yang sangat penting dalam kehidupan akademis. Hal tersebut karena
aktivitas akademia yang tidak lepas dari pencarian referensi dalam proses mengembangkan
ilmu. Baik mahasiswa yang membutuhkan buku panduan dalam belajar maupun para
dosen yang membutuhkan sumber bacaan untuk lebih menguasai ilmu yang akan
mereka sampaikan ke para mahasiswanya.
Perpustakaan adalah gudang ilmu bagi mahasiswa, tempat semua buku berisi ilmu
bermuara. Latar belakang itulah yang membuat kami berkunjung ke perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada (FH UGM)
untuk berbincang langsung dengan Ikhwan Arief, S.IP selaku ketua perpustakaan.
Demikian juga yang terjadi di FH UGM. Bangunan megah
berlantai tiga yang didirikan pada tahun 2011 merupakan saksi sebuah perjalanan
panjang untuk memenuhi kebutuhan akademia yang haus akan ilmu dan buku bacaan.
Pada awalnya bermula dari adanya perpustakaan kecil di gedung III yang kemudian
pindah ke gedung IV. Kondisi perpustakaan kala itu masih sangat minim karena di
dalam satu ruangan terdapat berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan hukum
umum, perpustakaan hukum notariat, dan perpustakaan magister hukum. Barulah
bergabung menjadi satu perpustakaan pada tahun 2011.
Berbicara tentang fasilitas
perpustakaan FH UGMsebenarnya
sudah cukup layak dan representatif untuk menujang kegiatan belajar mengajar. Kelebihan
yang dimiliki perpustakaan FH UGMadalah
jam operasionalnya dari jam 08.00 – 21.00 WIB setiap hari kerja. Selain dapat
menampung seratus lima puluh
mahasiswa. Perpustakaan juga dilengkapi berbagai fasilitas. Fasilitas yang ada,
antara lain : ruang baca, ruang akses internet dengan komputer yg disediakan ,meskipun hanya dua unit
, ruang akses koleksi penelitian digital, ruang diskusi, ruang belajar pribadi (student carel) , ruang pertemuan (hall) , loker, mushola, toilet, beserta
tempat wudhu.
Ruang akses koleksi penelitian
digital itu berisi tentang skripsi dan tesis yang berupa bentuk digital yang
dikumpulkan oleh mahasiswa saat prosedur bebas pustaka. Ruang akses koleksi
penelitian digital ini memang dirancang agar mahasiswa tetap bisa mengakses
skripsi dari mahasiswa semua angkatan. Akibat keterbatasan ruang dan tempat
skripsi yang disimpan dalam format buku hanya skripsi yang dibuat pada tiga
tahun terakhir.
Ruang belajar pribadi (student carel) yang diperuntukan untuk mahasiswa S3. Hal
tersebut disebabkan karena mahasiswa S3 mempunyai gaya belajar yang berbeda dengan
mahasiswa tingkat lain sehingga memerlukan ruang yang khusus. Dalam student carel tersebut mahasiswa S3
dapat menyimpan
koleksi buku pribadi.
“Insyaallah sudah layak asal
termanfaatkan dengan baik. Semoga bisa digunakan semaksimal mungkin,” tutur Ikhwan.
Kemudian perbincangan berlanjut ke
permasalahan buku. Buku yang tersedia di FH
UGM sekarang berkisar 26.000 eksemplar. Memang jumlah
tersebut masih belum lengkap akan tetapi pengelola perpustakaan selalu berusaha
untuk melengkapi buku-buku tersebut. Cara perpustakaan melengkapi koleksi, dengan:
1. Pembelian
langsung ke toko buku atau percetakan.
2. Pembelian online.
3. Pembelian
melalui penawaran yang masuk ke Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada.
4. Pameran
buku.
5. Menyediakan
layanan untuk mencarikan buku ke perpustakaan lain apabila buku yang dibutuhan
mahasiswa tidak tersedia di perpustakaan
FH UGM.
Melihat jumlah koleksi buku perpustakaan FH UGM yang cukup banyak,maka pengelola
menggunakan sistem perlindungan buku secara digital. Cara pertama adalah
menggunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk mengawasi para
pengunjung perpustakaan untuk memastikan mereka menggunakan perpustakaan secara
baik dan benar. Namun cara ini belum terbukti efektif karena belum sekalipun
petugas menangkap pengunjung perpustakaan yang nakal padahal banyak skripsi yang
terlihat jelas bekas disobek halamannya dan buku yang hilang entah kemana.
Cara kedua untuk menjaga buku
tersebut tidak hilang adalah menggunakan barcode
dan chip sistem. Barkode berfungsi
sebagai nomor buku, jadi meskipun buku tersebut sama judulnya tetap mempunyai
nomor barcode
yang berbeda. Hal ini sangat membantu petugas memantau buku. Kemudian tentang chip, benda kecil yang ditempel atau
diselipkan pada buku ini memiliki sensor yang bisa di nonaktifkan dan
diaktifkan. Apabila buku sedang tidak dipinjam maka buku tersebut akan
diaktifkan chipnya dan ketika buku
tersebut dipinjam chip dimatikan oleh
petugas. Akibatnya jika ada yang meminjam buku tanpa lapor dengan petugas maka chip tadi akan berbunyi.
Lalu sudahkah perlindungan terhadap
buku berjalan maksimal? Hal ini menjadi pertanyaan besar karena jumlah buku
yang ada diperpustakaan tetap berkurang dan hanya bertambah jika petugas
membeli buku baru Faktanya
perpustakaan FH UGM masih kehilangan buku-bukunya. Selain itu wajah
skripsi yang berada di lantai tiga juga semakin mengerikan. Banyak dari skripsi
atau desertasi yang halamannya hilang entah kemana. Penampilan skripsi tersebut
juga makin tidak sedap dipandang. Rasanya keadaan tersebut cukup untuk
menggambarkan kerusakan
perpustakaan yang baru gedungnya tahun 2011 ini.
Ketika kami konfirmasikan pada kepala
perpustakaan FH UGM, Pak Ikhwan hanya tersenyum sambil
berkata, “Presentase kehilangan buku sudah mulai menurun sejak ada chip. Untung kami sudah punya soft filenya, jadi perbuatan tersebut
masih bisa dimaafkan. Apabila suatu saat kami menemukan tidakan tersebut pasti
akan kami laporkan ke satpam kampus agar ditindak tegas.”
Meskipun perpustakaan
FH UGM sudah memiliki
pengamanan yang cukup memadahi akan tetapi tetap saja ada buku yang hilang dan
rusak. Lalu siapa yang disalahkan karena kejadian ini? Sejatinya Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini didirikan dengan uang rakyat dan
uang mahasiswa juga. Apa jadinya jika perpustakaan ini hancur karena para
penggunanya tidak bijak dalam memanfaatkanya. Pada akhirnya biaya yang
dikeluarkan untuk perawatan perpustakaan juga mahal dan membebani mahasiswa itu
sendiri.
Oleh karena itu meski tingkat
kerusakan chip masih sedikit kita
jangan melakukan perusakan chip secara
sengaja. Sebab chip berserta sensor
sangat sensitif. Sebaiknya jangan menumpuk buku terlalu banyak agar chip tidak tertekan atau rusak. Selain
itu alangkah lebih baik jika pengguna perpustakaan FH UGM sadar bahwa menyobek
dan mencorat-coret skripsi adalah berpuatan yang hina dilakukan kaum akademia
yang katanya cendikiawan muda.
Sebagai penutup ada sebuah harapan
yang mewakili jeritan perpustakaan
FH UGM yang disampaikan oleh Pak Ikhwan, “Harapan
semoga bisa dimaksimalkan dan dimanfaatkan pengunaan fasilitasnya. Pengguna boleh memberi sumbang saran kritik
untuk perpustakaan. Kami mengajak para penunjung untuk bersama-sama
meningkatkan dari bagian layanan.”
Semoga
saja perpustakaan FH UGM tidak hancur karena
kedzaliman penggunanya.
Sekar Banjaran Aji dan Sativa Koeswojo
Awak Magang Mahkamah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar