Blog ini adalah archive. Untuk situs kami yang aktif, silahkan kunjungi mahkamahnews.org | Follow kami di Instagram & Twitter : @mahkamahnews

Baca juga archive produk-produk kami di  

Jumat, 13 Januari 2012

Kampanye Yang Gitu Gitu Aja

Suksesi kepemimpinan Dema Justisia sebagai Lembaga Otonom baru saja berakhir. Suatu perhelatan tahunan yang patut untuk diamati dan dikaji. Pemilihan Raya Mahasiswa (Pemira) adalah sebuah ajang para kandidat untuk menduduki tampuk kepemimpinan di Dema. Tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk menjadi sang juara dalam pertarungan ini. Perlu adanya strategi atau cara yang jitu untuk menjaring suara dari para mahasiswa.

Pada Pemira 2011 ada dua mahasiswa yang maju untuk mencalonkan diri sebagai calon ketua Dema Justicia. Mereka adalah Ahmad Fikri Mubarok dan Mas Muhammad Gibran Sesunan, dua orang mahasiswa yang siap mengabdikan dirinya untuk memimpin Dema Justisia. Dalam memuluskan langkahnya, keduanya bersaing meraih simpati mahasiswa di masa kampanye. Masa kampanye ini dimulai dari tanggal 13-17 Desember 2011 sejak pukul 16.00 WIB. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kedua calon melakukan kampanye memperkenalkan diri mereka beserta visi misi yang ditawarkan dengan masuk ke kelas-kelas. Selain itu poster yang memuat wajah dan visi-misi kedua calon juga tertempel di sekitar lingkungan kampus. Hampir tak ada satu mading yang luput dari tempelan poster-poster kedua calon. X-banner pun terlihat di beberapa tempat ketika masa kampanye berlansung.

Berkampanye melalui cara di atas bukanlah dengan tanpa biaya. Untuk mencetak poster-poster tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Gibran Sesunan mengatakan bahwa biaya yang ia keluarkan untuk kampanye sebesar Rp 325.000,00, yang sumbernya berasal dari uang pribadinya. Sementara itu Fikri Mubarok, ketika dikonfirmasi via SMS, tidak menyebutkan nominal yang ia habiskan dalam kampanyenya. Mantan Ketua KMFH ini hanya memberikan keterangan bahwa dana kampanyenya berasal dari kocek pribadi serta dari infaq atau sumbangan dari para simpatisannya.

Selebaran-selebaran tentang kedua calon pun disebar oleh masing-masing tim sukses. Selain berisi data diri, visi-misi, pengalaman organisasi dan prestasi, salah satu calon juga mencatumkan IPK-nya. Pencamtuman IPK ini di satu sisi menunjukkan kesan bahwa sebagai mahasiswa yang aktif berorganisasi, mengejar prestasi yang maksimal di bidang akademik tetap merupakan sebuah kewajiban. Di sisi lain, tak bisa dipungkiri untuk menjadi calon ketua Dema tidak harus memiliki IPK tinggi. Dalam kampanye ini ada satu hal unik yang dilakukan salah satu calon. Ia membagikan selebaran dengan menyertakan sebuah permen lolipop. Gregorius Ova, mahasiswa FH UGM angkatan 2009, mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang wajar dan bukan merupakan money politic. Menurutnya lollipop merupakan hal yang tidak berharga dan tidak dapat mempengaruhi seseorang untuk tertarik memilih calon tersebut. Berbeda dengan Ova, Tiar P. Sidabutar, mahasiswa FH UGM angkatan 2009, mengatakan pembagian permen lollipop mengandung unsur persuasif sehingga dapat dikategorikan money politic.

Media jejaring sosial juga menjadi sarana kampanye kedua calon untuk menebar citra kepada para pemegang hak suara. Berkampanye di dunia maya memang efektif dan efisien. Selain bebas biaya, media ini dengan mudah dapat diakses banyak orang. Facebook, Twitter dan Youtube menjadi ajang para calon untuk mendistribusikan profil mereka langsung ke akun-akun jejaring sosial yang dimiliki oleh mahasiswa FH UGM.

Dari tahun ke tahun jalannya kampanye dalam ajang Pemira di FH UGM dirasa monoton. Perlu ada inovasi baru yang dilakukan untuk menjual profil para calon ketua Dema dengan tetap mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan. Jika hal ini terlaksana peningkatkan antusiasme mahasiswa untuk menggunakan hak pilihnya merupakan sebuah keniscayaan. Pesta demokrasi kampus yang semarak pun akan benar-benar mewarnai kehidupan kampus.(***)

Halim Pradana

Divisi Redaksi 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar