Dilema Kebijakan KIK
Hari-hari
menjelang ujian
akhir semester, para mahasiswa Fakultas Hukum UGM digemparkan
dengan sidak yang dilakukan Satpam di area masuk parkiran kampus. Sidak yang dilakukan para satpam FH UGM ini terkesan dingin
dan otoriter.
Sidak ini dimaksudkan
untuk mengusir keluar kampus
FH UGM
semua kendaraan para mahasiswa ataupun tamu yang tidak ber-KIK . Subjek yang diusir
diposisikan dirinya sebagai orang yang tidak punya hak memasuki area kampus
dengan kendaraan. Sungguh
miris memang, apalagi pengusiran itu dilakukan pada saat hari-hari menjelang
ujian akhir semester.
Permasalahan
diatas merupakan serangkaian dampak dari adanya Peraturan Rektor Univeristas
Gadjah Mada Nomor 408/P/SK/HT/2010. Kebijakan KIK yang dikeluarkan Rektorat merupakan
kebijakan yang semu dan amburadul.
Tidak jelas apa yang disasar dalam kebijakan ini.
Apabila
kebijakan itu dimaksudkan untuk mengurangi polusi udara
di wilayah kampus,
pada kenyataannya polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan motor para
mahasiswa lebih kecil daripada polusi udara yang dihasilkan oleh bus-bus kota
dan motor Rx-King para SKK. Apabila yang dituju
adalah keamanan dan ketertiban
berkendara seperti apa yang dimaksud dalam Peraturan Rektor tersebut, seharusnya
ditertibkan terlebih dahulu bus-bus kota yang semrawut dijalan dan para SKK
yang kebut-kebutan di dalam
area kampus.
Pada
tahun berjalan ini, banyak yang perlu dicatat dan menjadi bahan
renungan pihak rektorat terkait dengan kebijakan KIK . Hal-hal yang perlu
dicatat dan menjadi renungan adalah
dampak buruk yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan KIK. Dampak buruk itu secara
integral sangat tidak sejalan dengan semangat normatif dalam Peraturan Rektor Nomor 408/P/SK/HT/2010
tentang pemberlakuan KIK ataupun VISI
dari UGM. Dampak buruk itu antara lain :
1. Menghambat
proses belajar mengajar di Kampus . Para mahasiswa yang sejatinya ingin
mendapat pembelajaran di Kampus ternyata harus dihambat oleh kebijakan KIK ini.
Bagaimana tidak?hanya untuk mengikuti proses belajar , Para Mahasiswa yang
kendaraannya tidak ber-KIK harus diusir dari kampusnya dan diharuskan memarkir
kendaraan di suatu tempat yang jauh
akibatnya Para mahasiswa berlari-larian
menuju kampusnya karena dikejar keterlambatan.
Apakah Pihak Rektorat tidak sadar bahwa menghambat proses belajar mengajar
merupakan hal yang kontra terhadap tujuan negara yaitu Untuk Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa .Apakah perlu dikaji ulang semangat jiwa Pendidik dari pihak
rektorat?
2. Menimbulkan
dan menumbuh suburkan prakik korupsi di
lingkungan SKK . Bagi kendaraan non-KIK
yang memasuki area kampus diberi karcis.
Apabila melihat proses pembayaran kendaraan non KIK yang dimana dienakan
tarif Kendaraan Motor Rp.1.000,00- dan Mobil Rp. 2.000,00-, Kita bisa melihat
bahwa karcis yang digunakan hanya dibuang begitu saja setelah pengendara
membayar. Hal ini menimbulkan kecurigaan
bahwa tidak ada pembukuan yang jelas terkait berapa jumlah kendaraan yang masuk
dan berapa jumlah uang yang masuk .Perilaku Satpam SKK yang lebih mementingkan
menghitung uang daripada melihat kendaran ber-KIK menunjukkan KIK-nya semakin
mempertambahkan keyakinan adanya prakik korup yang dibalut kebijakan ini. Hal
ini ditambah dengan masih belum jelasnya transparansi dan pertanggungjawaban
penggunaan dana yang diperoleh dari kebijakan KIK ini. Apakah dana itu sesuai
dengan apa yang dikatakan Rektorat untuk mengurangi polusi udara dengan menanam
pohon?
3. Menimbulkan kecemburan
sosial dan eksklusivitas . Fakta yang
terjadi adalah para Mahasiswa angkatan 2011 merasa bahwa mahasiswa angkatan
diatasnya lebih di-anak emas-kan
daripada mereka . Hal ini akan merupakan salah satu faktor terjadinya konflik
yang seharusnya dihindari oleh para pengambil kebijakan di Rektorat .
Universitas yang seharusnya memberikan output
tradisi-tradisi intelekutal malah semakin memperuncing diskriminasi dan eksklusivitas.
Hal ini akan menciptakan iklim yang tidak kondusif dalam proses belajar
mengajar sehingga tidak sejalan dengan makna
educopolis dalam pasal 1 ayat 6
Peraturan Rektor Nomor 408/P/SK/HT/2010
tentang pemberlakuan KIK , yang menyatakan bahwa educopolis adalah lingkungan yang kondusif untuk proses
pembelajaran.
Kebijakan
KIK adalah problema yang mencolok
di era kepemimpinan rektor Sudjarwadi dulu. Kebijakan ini perlu dikaji
ulang secara komprehensif.
Kebijakan
ini
secara nyata lebih banyak menimbulkan kerugian
daripada kebaikan. Menjadi sebuah dilema apabila kebijakan ini merupakan salah
satu tiang penyangga VISI UGM yaitu World
Class Research University
Chandra P.P
Redaktur Blog MAHKAMAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar