KPK dan Parodi Penegakan
Korupsi
Belum
lama terjadi gesekan antara Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Komisi III DPR mengenai anggaran
pembangunan gedung KPK baru, kini KPK kembali dihadapkan pada konflik dengan Polri
. Konflik ini terkait korupsi
pengadaan alat simulator Surat Ijin
Mengemudi (SIM) kendaraan beroda dua dan
empat oleh jajaran anggota Polri hingga penarikan dua puluh penyidik Polri di KPK.
Carut-marutnya
penegakan korupsi di Indonesia semakin menambah
tanda
tanya publik akan tatanan
hukum yang jelas dan berbasis pada
peraturan perundang-undangan. KPK sebagai lembaga
negara non departemen, saat ini seakan menjadi satu-satunya lembaga yang
menjadi tumpuan publik akan terciptanya Indonesia yang bersih dari korupsi.
Namun faktanya, langkah KPK ini seakan tidak mendapat dukungan penuh dari Komisi
III DPR dan Polri,
dimana kedua lembaga ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan KPK.
Pemberitaan yang mencuat di media massa
maupun media online, menunjukkan
tidak adanya kesinergian antar lembaga penegak hukum di Indonesia dengan
lembaga pemerintahan.
Bahkan antar lembaga
penegak hukum pun
terjadi konflik yang hingga kini belum terselesaikan. Kisah ini seakan menjadi
sebuah parodi penegakkan hukum di Indonesia, dimana tidak ada keseriusan antar
elemen negara dalam memberantas korupsi dan terkesan main-main.
Semakin meruncing
Masalah yang saat ini
dihadapi KPK dengan Polri sebenarnya bukanlah masalah pertama yang dihadapi
oleh KPK. Sebelumnya, KPK harus berhadapan dengan Komisi III DPR terkait dengan
pembangunan gedung baru KPK. Permasalahan ini terkesan berbelit-belit sebab
sebenarnya Badan Anggaran DPR telah menyetujui pembangunan gedung baru KPK
sejak tahun 2008, namun hingga saat ini belum disahkan oleh Komisi III DPR.
Dana sudah disiapkan oleh Badan Anggaran DPR, namun hingga kini belum juga
mendapat persetujuan oleh Komisi III DPR.
Padahal
apabila kita merujuk gedung KPK saat ini, jelas bahwa kapasitasnya tidak lagi
mampu menampung jumlah pekerja yang saat ini mencapai tujuh ratus pegawai dan terus
bertambah terkait semakin banyaknya kasus yang ditangani oleh KPK. Tidak usah
melirik negara maju di belahan bumi ini, lihat saja negara tetangga kita
Malaysia yang KPK-nya yaitu MACC (Malaysian
Anti-Corruption Commission) bernasib beda dengan KPK kita. Saat ini jumlah
pegawai KPK Malaysia berjumlah lima ribu
pegawai dan tersebar di sembilan
negara bagian, bahkan Malaysia sedang membangun gedung KPK baru dengan dua puluh lantai. Ironis sekali
bila kita membandingkan KPK Malaysia dengan KPK Indonesia.
Tidak berhenti disitu saja, belum
selesai dengan Komisi III DPR, kini KPK kembali dihadapkan masalah dengan Polri.
Masih teringat akan sengketa dalam mengadili tersangka dalam korupsi pengadaan
alat simulator sim kendaraan roda dua dan empat, dimana KPK dan Polri saling
sikut untuk menentukan siapa yang berwenang mengadili tersangka yang terlibat. Polri
seakan merasa tidak nyaman akan gerak-gerik KPK yang semakin luas, sehingga POLRI
sendiri terkesan berusaha agar KPK tidak dapat “mengacak-acak” Polri.
Baru-baru
ini bahkan Polri menarik dua puluh
penyidiknya yang bekerja sebagai penyidik KPK. Hal ini semakin mengindikasikan
bahwa adanya “perang” antara KPK dengan Polri, walaupun Polri sendiri menyatakan
bahwa penarikan dua puluh
penyidiknya dikarenakan sudah habis masa jabatan. Penarikan dua puluh penyidik
oleh Polri semakin memperuncing permasalahan.
Saat ini KPK hanya
memiliki tujuh puluh delapan
penyidik, apabila dua puluh
penyidiknya ditarik oleh Polri, itu berarti hampir satu per empat penyidik KPK
berkurang, padahal saat ini justru KPK membutuhkan banyak penyidik terkait
semakin banyaknya kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK.
Harapan rakyat
Perpecahan dan konflik antara KPK
dengan berbagai elemen negara menjadikan penyelesaian korupsi di tanah air
semakin tidak karuan. Bagaimana tidak, lembaga negara yang seharusnya memberi
rasa aman bagi masyarakat dan menyelesaikan konflik di masyarakat malah saling
bertikai. Rakyat disuguhkan dengan parodi pertikaian yang seakan tidak ada
habisnya. Dengan konflik yang tidak ada habisnya antara lembaga negara, semakin
diragukan apakah negara mampu memberi rasa aman dan mampu menyelesaikan masalah di tengah
masyarakat. Sudah seharusnya ada sinergi antar lembaga negara.
KPK
tidak lagi berjalan sendirian dalam memberantas korupsi, namun juga didukung
bukan hanya dari masyarakat, tetapi Polri
dan
DPR juga harus turut serta dalam mendukung kinerja KPK. Contohlah negara
tetangga kita Malaysia, dimana MACC (Malaysian
Anti-Corruption Commission) telah lebih jauh berkembang dan maju
dibandingkan KPK kita. Tidak ada kata terlambat, namun juga para elemen negara
jangan saling menghambat proses perbaikan pemberantasan korupsi di tanah air.
Jangan sampai pertikaian yang terjadi antar lembaga negara sampai menelantarkan
kepentingan masyarakat. Marilah bersatu memberantas korupsi, demi Indonesia
tanpa korupsi.
Benedictus Wisnu
Awak Magang
Mahkamah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar